Jumat, 07 Oktober 2011

Menjemput Cita-cita di Bumi Pengembangan Insani

Angka putus sekolah di Indonesia masih terbilang tinggi. Dilihat secara persentase, jumlah total siswa yang putus sekolah dari SD atau SMP memang hanya berkisar 2 hingga 3 persen dari total jumlah siswa. Namun, persentase yang kecil tersebut menjadi besar jika dilihat angka sebenarnya. Jumlah anak putus sekolah SD setiap tahun rata-rata berjumlah 600.000 hingga 700.000 siswa. Sementara itu, jumlah mereka yang tidak menyelesaikan sekolahnya di SMP sekitar 150.000 sampai 200.000 orang (www.menegpp.go.id).
Contoh akrab tentang kisah seorang anak berprestasi namun miskin adalah sosok Lintang dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.  Betapa mirisnya kita melihat Lintang yang setiap pagi mengayuh sepeda tua milik ayahnya melewati buaya dan menempuh jarak puluhan kilometer, demi belajar dan bersekolah. Ada juga kisah anak-anak dari kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur yang harus rela melepas baju seragamnya, melewati sungai setinggi  badan mereka, menuju sekolah.
          Kondisi ini terjadi hampir merata di seluruh daerah Indonesia.  Begitupun dengan Kota Pendidikan, Yogyakarta tercinta.   Meskipun demikian, pendidikan tidak boleh terhenti. Pada Desember 2010, Dompet Dhuafa Jogja berhasil meloloskan 3 putra terbaiknya dalam SMART Ekselensia Indonesia.  SMART EI adalah sekolah menengah berasrama, bebas biaya dan akseleratif (5 tahun SMP-SMA). Berdiri sejak tahun 2004 di Parung, Bogor.  SMART EI didedikasikan untuk anak-anak dhuafa berprestasi dari seluruh Indonesia. Sekolah ini digagas untuk meningkatkan harkat dan martabat kaum dhuafa melalui program pendidikan dan pembinaan yang komprehensif.
           Ketiga putra terbaik wakil Yogyakarta adalah  Ilyas Fatkhurrahman (SD Gunturan Pandak Bantul), Alfian Ma'ruf Anshori (SD Cokroaminoto I), Agni Ardi Rain Prasetyo (SD N Temanggal Kalasan, Sleman).  Di sela-sela menjalani psikotes, Alfian mengungkapkan keinginannya yang kuat agar bisa menjadi salah satu dari 35 siswa Smart EI dari seluruh Indonesia.  “Semoga saya bisa bersekolah di Smart EI”, ujar Alfian. 
            Seleksi yang ditempuh oleh Ilyas, Alfian, dan Rain tidaklah mudah.  Seleksi administratif, akademik, psikotes, dan home visit berhasil mereka lalui, ketiganya menyisihkan 6000an peserta dari seluruh Indonesia. Alhamdulillah, harapan ketiganya untuk menempuh pendidikan di Sekolah Berakreditasi A ini sekarang terwujud.
             Kehidupan mereka di asrama Bumi Pengembangan Insani adalah kawah candradimuka.  Selama 5 tahun mereka akan ditempa dengan ilmu pengetahuan, pembentukan karakter, dan spiritual. Resiko jauh dari orang tua adalah tantangan.  Namun, langkah sukses harus diawali dengan pengorbanan.  Keyakinan itulah yang menjadikan ketiganya tegar, meninggalkan kehangatan keluarga menuju cita-cita tertinggi mereka.
               Selamat berjuang Ilyas, Alfian, dan Rain.  Man sabara zafira... (zka)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar